Ayub 23:1-17; Mazmur 90:13-17; Ibrani 4:12-16; Markus 10:17-31
Walaupun pada akhirnya ia bisa menerima semua penderitaannya (pasal 42), Ayub sempat mengalami ketegangan dalam dirinya. Ia merasa bahwa semua yang terjadi atas dirinya adalah bukan karena kesalahannya. Bahkan ia sempat menyalahkan Tuhan (ayat 17). Tidak hanya sekali ia merasa benar. Kalau kita mencermati pasal 3, 10, 13 dan 31 kita akan menemukan bahwa Ayub terus merasa tidak bersalah dan membela diri atas semua yang terjadi. Ayub sulit untuk menerima kondisinya. Ia merasa menyesal telah dilahirkan dan hidup, namun pada akhirnya ia benar-benar merendahkan diri di hadapan Tuhan. Akhirnya Tuhan memulihkan keadaannya. Suatu perubahan yang luar biasa sulit, tetapi bisa dilakukan Ayub.
Sama halnya dengan kisah pengajaran Yesus mengenai betapa sulitnya orang kaya masuk dalam kerajaan Allah. Yesus bahkan memberi perbandingan lebih mudah onta melewati lobang jarum ketimbang orang kaya masuk kerajaan Allah (ayat 25). Hal ini terjadi karena umumnya orang akan lebih berat meninggalkan hartanya daripada meninggalkan yang lain (Mrk 10:22). Apakah memang tidak ada kemungkinan bagi orang kaya untuk masuk dalam kerajaan Allah? Masih mungkin! Asalkan dia bisa melepaskan kelekatan pada hartanya. Mungkin sedikit, atau bahkan sangat sulit. Sesulit onta yang melewati lobang jarum. Lobang jarum adalah pintu kecil yang ada di sekeliling tembok kota Yerusalem, sebagai sarana keluar masuk orang ketika pintu gerbang utama telah ditutup saat malam (istilah bahasa Jawa: “lawang butulan”). Besarnya biasanya hanya seukuran orang. Onta bisa melewatinya, namun dibutuhkan usaha keras, baik dari onta maupun pemiliknya. Memang sulit, tetapi mungkin untuk dilakukan.
Hari ini kita memasuki Masa Penghayatan Hidup Berkeluarga (MPHB). Tema MPHB tahun ini adalah “Keluarga Peduli Lingkungan.” Mungkin saat ini sebagai keluarga kita bisa saja merasa benar seperti Ayub. Kerusakan lingkungan, gundulnya hutan, banjir, pemanasan global bisa jadi memang bukan salah kita. Kita terlahir dan berada di bumi yang kondisinya sudah semakin kritis juga bukan salah kita. Akan tetapi apalah persoalannya akan usai kalau kita hanya sibuk membela diri dan merasa benar? Tidak! Kita harus berubah! Mengubah paradigma berpikir dan bahkan mengubah pola hidup kita agar kerusakan bumi bisa kita kurangi. Sulit? Bisa jadi sangat sulit! Apalagi kalau kita sudah terbiasa dengan pola hidup yang tidak ramah dengan lingkungan. Akan tetapi sesulit apa pun itu, masih dimungkinkan bagi kita untuk bertindak. Mari kita membangun optimisme untuk menyelamatkan bumi bagi anak cucu kita. Sulit, tetapi mungkin! Amin.
|d|c|a|c|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar