Matius 15:10-20
Peribahasa mengatakan: “Dalamnya laut bisa diukur, dalamnya hati siapa yang tahu.” Saya berani mengungkapkan bahwa bagian dari manusia yang paling misterius adalah hatinya. Kalau sekedar menilai paras dan tampangnya, pasti kita semua tidak percaya bahwa Ryan adalah pelaku pembunuhan berantai yang menewaskan sebelas orang, termasuk seorang anak kecil. Kalau dilihat hanya pada saat-saat akan menjalani eksekusi, tidak ada orang yang percaya bahwa Sumiarsih adalah salah satu dalam pembunuhan sadis keluarga Adi Prayitno akhir dekade 80-an yang lalu. Kalau mencermati lembutnya tutur kata serta elegannya dandanan Artalyta, pasti kita tidak akan mengira kalau dibalik itu semua, dia melakukan tindak pidana korupsi. Atau yang paling terkenal, The Smiling General, Jenderal Suharto. Di balik senyumannya, diyakini dialah sosok yang seharusnya diadili sebagai penjahat HAM mengorbankan banyak orang semasa ia berkuasa.
Demikianlah, orang bisa saja berbuat baik, bermuka penuh senyum, lembah manah¸ andhap asor, dan lain-lain. Akan tetapi yang menjadi pertanyaannya adalah apakah sikap atau tindakan itu semua berasal dari ketulusan hati yang paling dalam? Bisa saja seseorang bersikap baik pada saya, tetapi sesungguhnya ia dendam pada saya. Bisa saja seseorang berlaku hormat pada kita, namun di belakang ia menusuk kita. Paras, perkatan, tindakan bisa dimanipulasi sedemikian rupa agar kebobrokan hati tertutupi. Inilah yang dikritik oleh Yesus dalam bacaan kita. Bukan yang masuk ke dalam mulut kita yang menajiskan, melainkan yang keluar dari mulut. Apa yang keluar dari mulut berasal dari hati. Hati kita bisa menjadi sumber berkat, sekaligus sumber laknat. Jadi, kalau selama ini anda selalu berpikiran negatif, bahkan buruk pada orang lain, bisa jadi justru andalah yang sebenarnya memiliki hati dan pikiran yang buruk. Mungkin hati buruk kita bisa kita tutupi dengan manisnya senyuman dan santunnya sikap, akan tetapi kenyataan pasti akan terungkap.
Hari ini kita diajak Yesus untuk mengolah hati kita. Mari kita jadikan tempat yang paling misterius itu menjadi sumber berkat, bagaikan sumber air jernih yang mengalir dan menyejukkan. Atau kita masih lebih senang memakai hati kita sebagai gudang sampah dan kotoran, yang bermuara pada buruknya pola pikir dan bobroknya tindakan kita? Hati kita mau kita jadikan sebagai sumber berkat atau sumber laknat?
*Think +, get +*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar